Pendahuluan
Fenomena deepfake semakin meresahkan di era digital. Teknologi berbasis kecerdasan buatan (AI) ini memungkinkan manipulasi foto, audio, dan video hingga tampak nyata, sehingga berpotensi disalahgunakan untuk penipuan, hoaks, hingga pencemaran nama baik. Menjawab keresahan publik, pemerintah Indonesia resmi memasukkan aturan khusus mengenai deepfake dalam Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) 2025.
Latar Belakang
Deepfake awalnya dikembangkan untuk tujuan kreatif, seperti film dan hiburan. Namun, dalam perkembangannya, teknologi ini kerap dipakai untuk membuat konten palsu, termasuk politik, pornografi ilegal, dan penipuan finansial.
Kasus penyalahgunaan deepfake meningkat tajam di Indonesia sepanjang 2023–2024. Mulai dari video tokoh publik palsu yang mengajak investasi bodong hingga penipuan suara (voice cloning) yang digunakan untuk membobol rekening bank.
Rincian Regulasi UU PDP 2025
Pemerintah menambahkan pasal khusus terkait deepfake dalam UU PDP:
- Larangan Pembuatan & Penyebaran Deepfake Ilegal tanpa izin dari individu yang wajah/suaranya digunakan.
- Sanksi Pidana hingga 6 tahun penjara dan denda maksimal Rp5 miliar bagi pelanggar.
- Kewajiban Labeling: Konten deepfake yang digunakan untuk edukasi atau hiburan wajib diberi tanda “hasil AI”.
- Perlindungan Data Biometrik: Data wajah dan suara dianggap data pribadi sensitif yang dilindungi hukum.
- Kerja Sama Platform Digital: Media sosial dan aplikasi pesan instan wajib memblokir konten deepfake ilegal.
Dampak Positif Regulasi
Aturan ini diharapkan membawa manfaat besar:
- Perlindungan Individu – Publik tidak lagi mudah menjadi korban manipulasi digital.
- Transparansi Konten – Masyarakat bisa membedakan mana konten asli dan manipulasi AI.
- Peningkatan Kepercayaan – Ekosistem digital Indonesia jadi lebih aman.
- Dukungan Industri Kreatif – Konten kreatif deepfake yang legal tetap bisa berkembang dengan regulasi yang jelas.
Seorang pakar hukum digital dari UI mengatakan, “Aturan ini penting agar teknologi deepfake tetap bermanfaat, tanpa merugikan individu maupun masyarakat.”
Tantangan Implementasi
Meski regulasi sudah ada, sejumlah kendala masih harus dihadapi:
- Deteksi Teknologi: Tidak semua platform memiliki kemampuan mendeteksi deepfake canggih.
- Edukasi Publik: Masyarakat harus dilatih mengenali ciri konten palsu.
- Penegakan Hukum: Aparat memerlukan kemampuan forensik digital tingkat tinggi.
- Risiko Penyalahgunaan: Aturan jangan sampai digunakan untuk membatasi kebebasan berekspresi.
Dukungan Pemerintah dan Global
Indonesia bukan satu-satunya negara yang bergerak. Uni Eropa melalui AI Act dan Amerika Serikat lewat Deepfake Accountability Act juga tengah mengatur hal serupa. Dengan aturan baru ini, Indonesia masuk dalam jajaran negara yang proaktif menghadapi risiko teknologi AI.
Kesimpulan
Pengaturan teknologi deepfake dalam UU Perlindungan Data 2025 menjadi langkah penting untuk melindungi masyarakat dari dampak negatif manipulasi digital. Regulasi ini tidak hanya memberikan perlindungan hukum, tetapi juga memastikan bahwa deepfake tetap bisa digunakan secara positif di bidang kreatif dan edukasi. Tantangan teknis memang ada, namun arah kebijakan ini memperkuat fondasi keamanan digital Indonesia.